Pada hari Rabu, 25 Maret 2009, mantan president RI yang sekaligus ketua umum PDI Perjuangan, Megawati Sukarnoputri, melakukan kampanye terbuka. Dalam kampanye tersebut Megawati mengeluarkan satu pernyataan yang menurut saya cukup kontroversial. Dalam pidato politiknya, Megawati mengkritisi masalah pemberian BLT yang dilakukan oleh pemerintah. Yang menarik disini adalah dalam mengkritisi masalah pemberian BLT, Megawati justru seolah-olah "menghujat" masyarakat yang menerima BLT. Dia mengatakan bahwa ibu-ibu yang rela berdesak-desakan demi mendapatkan uang BLT yang besarnya 200 ribu itu seperti tidak memiliki harga diri. Ya, suatu pernyataan yang sebenarnya tidak perlu diucapkan, apalagi dari mulut seorang Megawati.
Perlu saya tekankan disini bahwa saya bukanlah pendukung partai yang pro pemerintah. Saya juga bukanlah pendukung program BLT sebagai solusi masalah kemiskinan di Indonesia. Tetapi bukanlah cara yang bijaksana jika kemudian kita menyalahkan masyarakat yang menerimanya. Bagi orang yang belum pernah miskin, uang 200 ribu memang tidak berarti apa apa. Tetapi bagi mereka yang hidup kesusahan, uang 200 ribu sangatlah berarti. Saya kira tingginya antusiasme masyarakat dalam mengambil uang BLT sudah cukup sebagai bukti tentang masalah ini. Jangankan 200 ribu Bu, uang 20 ribu aja kalau ada yang membagikan, mereka siap berdesak desakan.
Buat para politikus Indonesia, pemerintah memang wajib untuk dikritik. Namun alangkah indahnya jika kritikan itu disampaikan dengan cara yang arif. Apalagi jika disertai dengan menawarkan solusi alternatif, saya kira lebih dapat mengambil hati rakyat. Jika dimana mana cuma mengkritik dan menghujat, saya yakin masyarakat justru akan menjauhinya.
4 Komentar
ngk bisa komen mas, soalnya kagak ngerti politik2 an
BalasNamun anehnya PDIP memakai program BLT untuk iklan kampanye di tv2x dan lagi kalau ibu Mega gak setuju dan menghina mereka yang menerima mustinya ibu juga bagi2 duit dong
BalasSaya berkunjung lagi :D
BalasKomentar pertama gak muncul
informasi yang bagus....sangat bermanfaat.
BalasPenulisan markup di komentar